Rabu, 13 Februari 2013

Kitab sunan ibnu majah


Nama: halimah sa’diyah        
Semester: IV ( empat )
Mata kuliah: mustholah hadis
Pengajar: ustdz sulton Lc

KITAB SUNAN IBNU MAJAH

  1. A.     Penulis Kitab Shohih Sunnan Ibnu Majah.


Nama lengkapnya Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi’i Al-Qazwini. Ia lebih akrab dipanggil Ibnu Majah. 
Ulama yang dikenal kejujuran dan akhlak mulianya ini dilahirkan di Qazwin, Irak pada 209 H/824 M. Sebutan Majah dinisbahkan kepada ayahnya, Yazid, yang juga dikenal dengan nama Majah Maula Rab’at. Ibnu Majah adalah muhaddits ulung, mufassir dan seorang alim.
Beliau meninggal pada hari senin, tanggal duapuluh satu ramadlan tahun dua ratus tujuh puluh tiga hijriah. Di kuburkan esok harinya pada hari selasa. Semoga Allah selalu melimpahkan rahmat dan keridlaan-Nya kepada beliau.
  1. B.    Nama kitab dan kandungan Hadist

Kitab sunan ibnu majah adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah terbesar yg masih beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah nama Ibn Majah menjadi terkenal. Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri dari 32 kitab 1.500 bab. Sedang jumlah haditsnya sebanyak 4.000 buah hadits.

s          C. Sistem Penulisan
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqih yg dikerjakan secara baik dan indah. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang mengikuti sunnah Rasulullah SAW. Dalam bab ini ia menguraikan hadits-hadits yg menunjukkan kekuatan sunnah kewajiban mengikuti dan mengamalkannya. Kedudukan Sunan Ibn Majah di antara Kitab-kitab Hadits Sebagian ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok “Kitab Hadits Pokok”
D          D.  Kekurangan dan Pembelaan
Yang menjadi monumental dan populer di kalangan Muslim dan literatur klasik dari karya Ibnu Majah adalah kitab –kitab yang diriwayatkannya, beberapa kalangan ulama mengkategorikan sebagiannya sebagai hadits lemah, Sunan Ibnu Majah ini berisikan hadits yang shahih, hasan, dhaif bahkan maudhu’. Imam Abul Faraj Ibnul Jauzi mengkritik ada hampir 30 hadits maudhu' di dalam Sunan Ibnu Majah walaupun disanggah oleh As-Suyuthi.
Atas ketekunan dan kontribusinya di bidang ilmu-ilmu Islam itu, khususnya disiplin ilmu hadits, banyak ulama yang kagum dan menilainya sebagai salah seorang ulama besar Islam. Seorang ulama bernama Abu Ya’la Al-Khalili Al-Qazwini misalnya, berkata, "Ibnu Majah adalah seorang kepercayaan yang besar, yang disepakati tentang kejujurannya, dapat dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas dan banyak menghapal hadits.
Meski disusun oleh ulama besar yang sangat alim di berbagai bidang, kitab kumpulan hadits ini menjadi bahan perdebatan panjang dulu sebelum dijadikan buku induk hadits.
Tak seperti lima kitab sebelumnya yang dimufakati ulama perihal kelayakannya menjadi anggota kutubus sittah, kitab Sunan Ibnu Majah yang berada di urutan keenam harus melewati banyak perdebatan para ahli hadits sebelum dianggap layak menjadi bagian dari enam kitab induk hadits tersebut.
Ulama yang tidak memasukkan kitab tersebut ke dalam kutubus sittah beralasan derajat Sunan Ibnu Majah lebih rendah dari kitab-kitab hadits yang lima, karena memuat juga hadits yang munkar dan maudhu’ (palsu) meski hanya sedikit. Sebagai gantinya mereka memasukkan kitab hadits Al-Muwaththa karya Imam Malik, yang dianggap lebih shahih, di urutan keenam.
Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah Abul Hasan Ahmad bin Razin Al-Abdari As-Sarqisti (wafat tahun 535 H) dalam kitabnya At-Tajrid fil Jam’i Bainas-Shihah. Pendapat ini didukung oleh Abus Sa’adat Majduddin Ibnul Asir Al-Jazairi Asy-Syafi’i (wafat 606 H) dan Imam Az-Zabidi Asy-Syafi’i (wafat 944 H) dalam kitabnya Taysirul Wushul.
Sementara yang menganggap Sunan Ibnu Majah cukup layak menjadi bagian dari kutubus sittah berargumen, kitab tersebut memberikan banyak zawaid (tambahan) hadits yang memperkaya kelima kitab sebelumnya (kutubul khamsah). Sedangkan kitab Al-Muwaththa’, hampir seluruh haditsny telah termuat dalam kutubul khamsah.
Ulama pertama yang berpendapat demikian adalah Al-Hafizh Abul-Fardh Muhammad bin Tahir al-Maqdisi (wafat 507 H) dalam kitabnya Athraful Kutubis Sittah dan dalam risalahnya Syurutul Aimmatis Sittah. Pendapat itu belakangan diikuti oleh Al-Hafizh ‘Abdul Ghani bin al-Wahid al-Maqdisi (wafat 600 H) dalam kitabnya Al-Ikmal fi Asma’ ar-Rijal dan mayoritas ulama hadits periode sesudahnya.
Meski termasuk kutubus sittah, pada dasarnya seluruh ulama muhadditsin sepakat, martabat Sunan Ibnu Majah ini berada di bawah martabat kutubul khamsah, karena paling banyak memuat hadits-hadits dha’if. Karena itu hadits-hadits dari kitab sunan ini sebaiknya digunakan sebagai hujjah untuk persoalan aqidah atau fiqih kecuali setelah melalui penelitian yang seksama terlebih dahulu.
Jika kedudukannya shahih atau hasan, hadits tersebut boleh dijadikan pegangan. Namun bila tidak, lebih baik mencari dalil-dalil dari kitab lain yang lebih kuat. Lain halnya bila hanya untuk persoalan fadhailul a’mal, keutamaan ibadah, yang mana hadits berderajat dhaif pun masih bisa ditolerir oleh mayoritas ulama kita.
Hal lain yang memberikan nilai lebih kepada kitab Sunan Ibnu Majah adalah beberapa hadits tsulatsiyyat yang diriwayatkan sang Imam dalam kita tersebut. Hadits tsulatsiyyat adalah hadits yang sanadnya tinggi, sehingga dari Nabi Muhammad SAW sampai ke Ibnu Majah melalui tiga perawi. Hadits-hadits tsulatsiyyat jumlahnya tidak banyak dan menjadi kebanggaan tersendiri bagi ahli hadits jika berhasil mendapatkannya.          
  Persaksian Para Ulama Terhadap Beliau
                     1)    Al HafizhAl Khalili menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang yang tsiqah kabir, muttafaq        
2)      Al Hafizh Adz Dzahabi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh yang agung, hujjah dan ahli tafsir.”
3)      Al Mizzi menuturkan; “(Ibnu Majah) adalah seorang hafizh, pemilik kitab as sunan dan beberapa hasil karya yang bermanfa’at.”
4)      Ibnu Katsîr menuturkan: “Ibnu Majah adalah pemilik kitab as Sunnan yang Masyhur. Ini menunjukkan ‘amalnya, ‘ilmunya, keluasan pengetahuannya dan kedalamannya dalam hadits serta ittibâ’nya terhadap Sunnah dalam hal perkara-perakra dasar maupun cabang.

Referensi:
1.      Lidwa pustaka
2.      http://republika.com
3.      http://istanailmu. com
4.      http://ensiklopedi islam.  
.      Kitab Sunan Ibnu Majah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar